Dailyposnesia – Pematang Siantar | Money politic atau politik uang mungkin sudah tidak asing lagi bagi sebagian masyarakat. Hal ini sudah mendarah daging dan sering terjadi pada saat kontestasi besar seperti pemilu maupun pilkada.
Money politic sendiri sebenarnya merupakan sebuah penyimpangan dari nilai-nilai demokrasi serta sebuah ancaman nyata bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan pemilu yang bersih, berintegritas, dan bermartabat. Demikian hal ini dikatakan mantan Ephorus HKBP Pdt Dr Darwin Lumbantobing kepada wartawan Dailyposnesia Rabu, (6/6/2023) di Jalan Asahan Kota Pematangsiantar.
Dikatakan mantan Ephorus HKBP tersebut, bahwa jika bercerita politik uang dikarenakan ada 2 hal kemungkinan. Yang pertama, bagi calon yang memberikan uang ini adalah untuk memenangkan apa yang dihatinya, bahkan politik uang ini bisa merubah pilihan kita, dengan demikian sebaiknya para calon calon harus siap untuk adu program serta argumentasi. Selain itu pendidikan seorang calon sangat menentukan. Biasanya suburnya politik uang tidak terlepas dari cara pandang masyarakat sebagai pemilih yang permisif terhadap politik uang.
Mantan Ephorus ini menilai bahwa pada demokrasi di Indonesia termasuk demokrasi level rumput atau pilkades, money politic pun tumbuh dengan sangat subur karena dianggap hal yang wajar oleh masyarakat yang tidak peka akan bahayanya.
Untuk bisa menumbuhkan demokrasi yang sehat, bersih, berintegritas dan bermartabat, Mantan Ephorus ini mengatakan, kita sebagai penggerak bagi bangsa Indonesia tentunya harus bersama-sama memerangi perilaku negatif seperti politik uang ini karena perilaku seperti ini tentunya akan merusak sendi kehidupan bangsa.
Politik uang juga bisa terjadi ketika seorang kandidat membeli dukungan dari sebuah parpol (partai politik) tertentu atau membeli suara dari pemilih untuk memilihnya dengan iming-iming imbalan yang biasanya sifatnya finansial.
Dalam praktiknya, politik uang sendiri tidak hanya diberikan dalam bentuk uang, namun bisa jadi dalam bentuk sembako ataupun hal semacamnya guna menarik simpati dari masyarakat agar masyarakat tersebut mau memberikan suaranya kepada kandidat yang bersangkutan.
Hal ini tentunya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana suap. Dengan politik uang seperti ini, maka secara tidak langsung masyarakat sebagai pemilih akan kehilangan otonominya untuk memilih kandidat melalui pertimbangan yang rasional seperti rekam jejak, kinerja, program maupun visi misi yang disampaikan saat kampanye karena pemilih akan lebih condong kepada kandidat yang memberikan lebih banyak uang ataupun yang sejenisnya. (Ibnu)